Bukit Paniisan dan Sayur Asem Pak Haji Jajang


Bukit Kiara Payung bukanlah tempat tujuan trekking kita hari ini. Perjalanan masih harus dilanjutkan karena Sayur Asem Sambel Hijau Pak Haji Jajang sudah menunggu kita diketinggian 846mdpl

Pada cerpen (cerita perjalanan) sebelumnya tentang trekking Sentul, saya sudah sampai di Bukit Kiara Payung. Kiara Payung sebetulnya adalah nama pohon rimbun, berdaung kecil-kecil memanjang. Dibeberapa kantor, jalan atau lahan parkir sering dipakai untuk tanaman peneduh luar ruangan. Bernama Bukit Kiara Payung saya kira akan ada banyak pepohonan itu di bukit ini. Saya coba kitari puncak tapi tetap tidak menemukan pohon yang dimaksud kecuali warung berpayung tempat kami menyeruput teh hangat dan menghabiskan bakwan.

Bukit ini semacam shelter tempat rehat sejenak para trekker, runner atapun trailler. Puncak bukit berupa lapangan kecil dan undakan terbuka sehingga view nya cukup luas untuk memandangi atapun menikmati alam pegunungan Sentul dengan mode on panoramic. Hanya ada satu warung diatas yang dijaga oleh sepasang suami istri. Sedikit kebawah +- 30 meter ada 2 warung di jalur motor trail. 

Ohya infonya dari Teteh penjaga warung, tidak sedikit komunitas motor trail menggunakan area perbukitan Sentul hingga Bukit Kiara Payung ini tempat kopi darat atau lintasan dan tujuan ngetrail mereka. Biasanya hari Minggu sekitar pukul 12an disini ramai oleh mereka.

Disini jaringan signal HP masih terjangkau. Hanya saja untuk ngezoom tidak kuat. Setelah ngeshare 1-2 foto via WA, menyikat habis teh hangat serta bakwan dan pisang, kami melanjutkan perjalanan menuruni bukit lalu melewati lembah. 

Mendung masih menggelayut diatas. Onah yang sudah jalan 20 menit duluan didepan saya, menelpon untuk segera mempercepat langkah karena khawatir terjebak hujan lagi. Langit diatas masih mendung bahkan berubah lebih gelap sekarang.

Area perbukitan seringkali mudah berubah cuacanya. Apalagi Januari masih musim pula. Sempat diguyur hujan. Baju belum kering. Kami mempercepat langkah. Pemandangan masih asri, jalan setapak sedikit becek. 

Setelah kurang lebih satu jam berjalan, tak terasa ketemu lagi dengan warung. Kali ini dibawah pepohonan rindang dengan halaman yang lumayan luas. Terlihat jajaran bangku dan kursi kayu panjang. Rapi dan bersih. Fotogenik.


Entah mengapa jika melihat jejeran bangku dan kursi adem dibawah pohon selalu menarik bagi saya. Apalagi cenderung sepi, tidak ramai orang. Meski ditumbuhi pepohonan besar, permukaan tanah nampak bebas dari sampah daun berceceran. Lantai tanah liatnya cukup padat dan bersih. Sepertinya yang jaga warung rajin menyapu halaman. Tempatnya berada dipunggung bukit. Kiri kanan tebing landai sehingga pandangan bisa jauh memandang perbukitan lain didepan. Bolehlah sejenak menikmati bonus, semilir angin, lukisan alam dan berpoto disini.

Hmmm..., saya sebetulnya dari tadi menahan BAK. Melihat warung dengan lingkungan tertata seperti ini saya jadi terinspirasi untuk BAK wkwkkk. Lingkungan seperti ini pastilah ada toilet. Ternyata betul dibelakang warung disediakan toilet umum sederhana. Hanya saja kita harus berhati-hati buat yang mau masuk toilet karena lantai keramik licin, apalagi setelah melewati jalanan becek dgn material tanah liat menempel di bawah sepatu.

Berjalan menyusuri jalan setapak dilanjutkan, kali ini melewati jejeran pohon Pinus. Nampak juga deretan baling-baling bambu tradisional setinggi +- 4 meter. Baling menghasilkan desiran suara khas. Disini, saya mulai lebih banyak berpapasan dgn trekker lain yg hendak turun ataupun naik. Pantas mulai ramai karena ternyata mendekati puncak Paniisan.

Benar saja, sekira 15 menit kemudian sampai di Bukit Paniisan. Sesampainya di Bukit Paniisan, saya dapat menyaksikan pemandangan kota yang indah dari atas bukit dengan latar belakang perbukitan yang berbukit-bukit. Ada pula spot poto di depan papan bertuliskan Bukit Paniisan 846 mdpl dengan latar pegunungan. Bukit Paniisan lebih ramai oleh pengunjung dari kalangan trekker ataupun runner. Mereka biasa menjadikan tempat ini sebagai tujuan petualangan alam sekaligus tempat istirahat untuk makan dan minum, sebelum turun kembali. 

Kedatangan kita dari arah Bukit Kiara Payung akan disambut oleh bagunan Mushola bernama Ad Dhukan disebelah kiri. Menggunakan nama Ad Dhukan ternyata karena Musola seukuran kira-kira 5x5 meter ini, sering kali diselimuti kabut. Musholanya bersih, tersedia tempat wudhu , mukena, sarung dan kalau mau ngecharge hp juga bisa.


Mushola ini adalah salah satu fasilitas mewah yang ada di bukit Paniisan. Fasilitas lainya ada toilet, bangku kursi kayu tempat duduk dan disinilah letak warung Pak Haji Jajang. Warung sederhana yang menyediakan makanan ringan dan berat.

Warung ini adalah satu-satunya warung yang ada disini. Pak Haji Jajang sendiri bersama kerabatnya yg melayani. Sangat ramah banget. Konon katanya keramahannya Pak Haji Jajang ini yang bikin kangen para trakker untuk kembali ke Paniisan. Sayur Asem Sambel Ijo adalah menu favorit disini. Harganya pun bersahabat. Penampakannya terlihat sederhana tapi yummy. Saya pun langsung melahap habis begitu terhidang di meja. Paduan antara perut kosong karena lapar dan rasa makanan yang tidak bisa dibohongi.  

Habis trekking, trus makan dan ngopi rasanya pas pisan di Paniisan. Tertarik ke sini?

Komentar

Postingan Populer