Pak Tatang Sang Penjaga Pintu Rel KA Stasiun Senen

Azan subuh baru saja berkumandang, ketika diseruputnya secangkir kopi yang mulai dingin. Sepertinya itu tegukan terakhir, karena yang tersisa didasar cangkir saat ini hanya butiran halus basah berwarna hitam.

Sambil mencoba menahan kantuk, kaki tua-nya dilangkahkan menuju pintu pagar. Tangan yang sudah tak muda lagi dan banyak keriput disana sini namun terlihat kokok itu bergerak menggapai rangkaian besi yang merupakan pintu bagi perlintasan rel kereta api. Ya, ia harus segera membuka pintu pagar lintasan karena ada kereta api yang akan melintas. Tugas itulah yang ditekuninya selama hampir sepuluh tahun ini sebagai penjaga pintu rel kereta api di Stasiun Senen, Jakarta Pusat.

Pak Tatang (60 tahun),  begitu ia biasa disapa mengatakan bahwa ia bertanggung jawab untuk membuka dan menutup pintu rel kereta api Stasiun Senen agar kereta api dan masyarakat aman dalam melintasi rel kereta api diperlintasan rel kereta api Stasiun Senen. Jam kerjanya sendiri terbagi menjadi 3 shift. Shift pertama bertugas mulai pukul 6.00 pagi sampai jam 12.00 siang. Shift kedua mulai pukul 12.00 siang sampai pukul 18.00 malam. Dan kemudian diteruskan shift ketiga mulai pukul 18.00 malam sampai pukul 6.00 pagi kembali.

Menurut catatan PT. KAI, dalam satu hari melintas 570 kereta api di Stasiun Senen, terdiri dari kereta api komuter yang melayani masyarakat Jabodetabek, kereta api barang dan kereta api lintas Jawa yang melayani penumpang lintas Jawa baik kelas ekonomi, bisnis maupun eksekutif.

Bisa dibayangkan jika sehari 570 kereta yang lewat disitu, Pak Tatang dalam satu kali shift bisa membuka dan menutup pintu rel kereta api Stasiun Senen kurang lebih sebanyak 190 kali. Belum lagi kalo misalnya Pak Untung (temen seprofesinya) mendadak tidak masuk karena sakit. Maka mau tidak mau Pak Tatang harus "lembur" mengantikanya.

Sebetulnya 600rb sebulan dengan masa kerja 10 tahun tidaklah cukup untuk menghidupi ia beserta istri dan 2 anaknya. Seringkali baru kira-kira 2 minggu uang tersebut telah habis hanya untuk kebutuhan sederhana seperti makan dan minum. Beruntung ia dibantu Nyai (istrinya) yang memulung dan menjual botol-botol plastik bekas. Dalam 2 hari Pak Tatang dan Nyai biasanya mampu mengumpulkan 5-7 kg botol plastik bekas yang dijualnya 6rb/kg di pengepul.

Dengan perhatian yang dirasa cukup minim dari kantor tempat ia bekerja, Pak Tatang tetap setia menjalani pekerjaanya. Kebanggakan manakala pintu perlintasan aman dari kecelakaan membuatnya tetap bersemangat mengemban tugas mulia. Mengenai pekerjaanya tersebut, Pak Tatang yang berasal  dari Banten ini menambahkan bahwa ia cukup menyenangi pekerjaan ini karena turut membantu masyarakat agar aman dalam melintasi rel kereta api. "Namun saya suka sangat sedih jika mendengar berita tentang kecelakan dipintu-pintu rel perlintasan kereta api di Indonesia" tuturnya.

Di akhir cerita ia sedikit curhat tentang keinginanya  untuk menikmati pensiun dikampung halamanya, bersantai sambil kembali mengurusi sawah yang ditinggalkanya. Ia juga berharap agar masyarakat dapat menghargainya dengan cukup mematuhi aturan yang ada untuk tidak menyebrang manakala pintu rel kereta api telah ditutupnya.

Terimakasih Pak Tatang, dengan pekerjaan yang mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang,  namun tanpa banyak bicara peranmu sungguh mulia karena menyelamatkan banyak nyawa, wallahualam bi shawab.

Stasiun Senen, Jakarta 25 Maret 2012

Komentar

Postingan Populer