Arcopodo: Sepenggal keindahan langit malam kota Malang

Meninggalkan Kalimati pada malam hari setelah hujan sungguh tidak nyaman sekali. Alangkah melenakan berbalut sleeping bag lengkap dengan jaket dan berkaos kaki pada saat badan masih pegal dan kaki butuh pijatan. Dalam menuju ke Mahameru, Kalimati bagi saya adalah setetes surga bagi tubuh. Hawa dingin sekitar 6 derajat celcius setelah hujan menambah sempurna keinginan untuk akrab dibekap hangat dalam tenda.


Namun sebetulnya berada lebih lama di Kalimati membuat kita tidak mendapat apa-apa selain penyesalan. Perjalanan belum berakhir. Justru persahabatan dengan Semeru sesungguhnya baru dimulai disini. Berkemas hanya membawa badan berjaket, kaki bersepatu gunung, kepala berpenutup, leher berscraft dan tangan bersarung menjadi pilihaan fashion wajib bagi pendaki menemui "dewa" di Mahameru. Tak lupa senter adalah nyawa saya lainnya yang mesti dibawa.

Sementara sebagian pendaki lainnya melengkapi diri dengan tools pendukung seperti trekking pole dan gaiter (pelindung tungkai kaki bagian bawah dan juga untuk menghindari masuknya pasir dan batu ke dalam sepatu saat melewati trek berpasir dan berbatu di gunung Semeru). Namun yang tidak kalah penting adalah air putih, gula merah dan kamera. Ketiga hal itulah andalan yang saya punya selain tekad.

Mahameru telah menanti. Titik pertama dari Kalimati yang harus dilalui adalah Arcopodo yang berada diarah timur Kalimati. Perlahan berpandu cahaya lampu senter dan teman seperjalanan, Kalimati kami tinggalkan sejenak. Jalan setapak nampak basah sisa hujan kami lewati. Licin dan gelapnya malam membuat mata dan kaki harus lebih keras lagi bekerja. Setelah menurun sebentar dari Kalimati, tanjakan gunung Semeru samar terlihat didepan mata. Dalam kesunyian kami melangkah. Desir angin, suara nafas dan suara detak jantung sepertinya lebih nyaring terdengar.

Dalam bayangan saya, Arcopodo adalah tanah lapang yang mampu menampung sedikitnya 10 tenda ukuran sedang. Kabarnya Arcopodo juga sebuah pos pendakian yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda. Setelah sekitar 2 jam menembus malam dan terjal setapak hutan yang mendaki. Tak jarang landscape jurang dikiri atau kanan kami lalui, maka tibalah kami di Arcopodo.

Ternyata Arcopodo berupa alun-alun kecil yang hanya menampung beberapa tenda saja, saya melihat tak lebih dari 5 tenda. Tempatnya pun tidak sepenuhnya rata melainkan berundak karena ini merupakan lereng Semeru yang dijadikan pos\base camp terakhir pendakian. Ketidak tersedian sumber air dan hawa dingin yang mendekati titik beku menjadikan tempat ini kurang diminati sebagai tempat nge-camp bagi sebagian besar pendaki. Mereka yang nge-camp disini biasanya wajib membawa penahan dingin yang memadai dan membawa persediaan air paling tidak 5 liter perorang jika tidak mau dehidrasi.    

Adanya Arca kembar yang menjadi maskot tempat ini seperti yang sering terlihat dalam leaflet dan brosur tentang Semeru juga sempat memenuhi benak saya tentang Arcopodo. Namun hal itu tidak saya temui. Rasa penasaraan saya menggantung di ujung-ujung pohon cemara hutan Arcopodo.  Beredar cerita luas di kalangan pendaki bahwa Arca kembar itu tidak mudah ditemui karena berpindah-pindah tempat dengan sendirinya secara gaib. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menemukanya.

Arcopodo berada diketinggian 2.900m dpl adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati tanjakan Semeru yang berbatu dan berpasir. Tidak ada tanaman yang mampu tumbuh lagi di track berikutnya. Dingin yang dibawa angin mulai terasa mendekati titik beku. Ada teman yang sampai meminjam sarung saya untuk menahan dingin. 

Adanya alun-alun kecil di Arcopodo memungkinkan kita beristirahat sebentar menikmati bonus. Bonus adalah istilah kami untuk beristirahat sejenak diarea yang sedikit lapang untuk sekedar merebahkan badan di punggung gunung atau meluruskan kaki. Bonus sejenak juga kami manfaatkan untuk menikmati minuman hangat yang kami bawa dari Kalimati. Namun bonus yang paling menyenangkan adalah kami saling bercerita tentang apa saja, yang kemudian lainnya saling menimpali dengan hangat. Biasanya setelah itu obrolan singkat ditutup dengan mematikan headlamp atau senter kami masing masing. Dan membiarkan gelap yang berbicara dan memberikan kesempatan pada cahaya bintang diangkasa menerpa dan mengusir wajah-wajah lelah kami. 

Perjalanan malam menuju Arcopodo terasa singkat dan lengkap ketika mata kita dimanjakan dengan pemandangan eksotis lain terhampar dari sini. Baluran cahaya kota dibawah berpadu dengan taburan cahaya bintang dilangit sungguh menakjubkan. Terlihat seperti dalam frame film-film romantis. Itulah sepenggal keindaahan malam dan langit kota Malang dalam pandangan Arcopodo tengah malam.

Arcopodo, Kamis 13 Juni 2013

Komentar

Postingan Populer