Kalimati : Diluar masih hujan

Hujan masih belum reda sejak kami tiba di Kalimati sore tadi. Mendirikan tenda dibarengi rintik hujan itu sesuatu banget. Seperti makan mie ayam pas keujanan. Jadi harus tetap buru-buru dimakan mie-nya jika tidak mau kelaparan karena tidak ada makanan lain. Begitulah kira-kira, tenda harus buru-buru didirikan, kalo tidak kami bertambah basah kuyup dan bagaimana kami akan menginap dan istirahat malam ini jika tenda belum berdiri. 

Kalimati dijadikan pilihan tempat untuk mendirikan tenda sebelum menuju puncak Mahameru bukan karena asal. Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700m dpl berupa padang rumput luas ditepi hutan cemara. Tempatnya cukup ideal untuk dijadikan base camp persiapan dan menghimpun tambahan tenaga bagi perjalanan berikutnya menuju Arcopodo dan Mahameru. Yang terpenting disinilah tempat satu-satunya di kaki Semeru yang tersedia sumber mata air untuk logistik. Sumbermani itulah nama sumber mata air satu-satunya di kaki Semeru. Persoalan air bersih menjadi penting bagi siapapun terlebih berada di ketinggian gunung yang sulit air. 

Arcopodo sebetulnya hanya berjarak sekitar 500 meter melewati hutan cemara yang curam dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. Namun saya yakin karena kelelahan dan perjalanan malam yang menanjak, jarak 500m bisa serasa lebih dari 2km. Arcopodo ada di track berikutnya dapat ditempuh kira-kira 2 jam perjalanan. Menyusul didepanya ada tanjakan atau dikenal dengan leher Semeru yang sudah menanti. Track tanjakan tajam 45 derajat berpasir itulah jalan satu-satunya menuju Mahameru yang sungguh menguji fisik dan mental. 

Jujur saja, fisik benar-benar sudah terkuras dalam perjalanan sebelumnya. Dalam balutan sleeping bag didalam tenda yang dirintiki hujan yang turun hingga malam ini, saya masih berharap bisa terlelap sebentar sekitar setengah jam saja. Namum tidak mudah juga untuk tidur. Tidak lain karena teman satu tenda ngobrol, cerita tentang sisi lain Semeru. Ughhh..., mata terpejam tapi telinga ikut mendengarkan pembicaraan mereka tentang Blank 75, bahaya menginjak batu di Semeru, korban-korban berjatuhan ketika pendakian, kisah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis dengan gas beracun Jonggrang Seloka dan kisah-kisah mistis lain-lain tentang Semeru. Dari obrolan mereka terbayang keindahan dan kengerian Semeru yang mesra berdampingan. Rupanya saya baru sadar, mendaki Semeru sampai di puncak itu benar-benar mempertaruhkan nyawa. 

Biarlah tidak bisa tidur, namun lumayanlah kaki dan badan bisa diluruskan memberi kesempatan kepadanya untuk beristirahat sejenak dari tugasnya berdiri dan berjalan. Kami tahu malam nanti kaki ini akan lebih keras lagi bekerja dan tekad ini menemui musuh bebuyutnya berupa ketakutan. 

Jika memang perjalanan malam nanti terasa berat bagi kaki ini, maka kuatkanlah kaki dan tekad kami ya Allah. 

Kalimati, Kamis 13 June 2013

Komentar

Postingan Populer