MILE 22: GARA GARA IKO
GARA GARA IKO
Ya gara-gara dia, saya masuk bioskop, nonton film. Iko membuat saya nonton film buatan Hollywood lagi. Ntah sudah berapa banyak film Hollywood populer saya lewatkan (jadi curhat deh wkwkwk). Terakhir nonton film di bioskop adalah nonton film Indonesia yaitu 212 the Powers of Love.
Sudah beberapa minggu lalu kepoin IG nya Iko Uwais, juga IG resmi film Mile 22. Saya jadi tahu kurang lebihnya tanggapan masyarakat penikmat film LA saat premier saat diluncurkan 17 Agustus 2018 di Amerika cukup menggetarkan. Iko di sambut hangat, dielu-elukan namanya, diminta berfoto bareng dan diminta tanda tangan oleh orang-orang bule sana. Itu saja sudah membuat penasaran (bercampur bangga) saya tentang bagaimana Iko bermain dan seberapa besar Iko dapat peran.
Di Indonesia sendiri film mulai naik di jaringan Cineplex21 mulai 21 Agustus 2018. Dari poster film yang beredar di Indonesia menampilkan Mark Walberg (James Silva) berdiri ditengah antara Iko Uwais (Li Noor) dan Louren Cohan (Alice) dalam satu gambar, dengan tulisan nama diatas gambar wajah masing-masing. Semua berdiri menenteng senjata api laras panjang canggih kecuali Iko yang tangannya diborgol. Semua wajah dan mimik dingin serius. Hanya Iko yang merengus penuh misterius.
Satu persatu penasaran mulai sedikit terjawab, sedikit. Sepanjang 90 menit film berjalan cukup cepat dengan dialog-dialog singkat. Dimulai dengan penggerebekan di sebuah rumah oleh tim CIA. Dibantu dengan segala kecanggihan teknologi komunikasi dan senjata, mencoba menunjukkan bagaimana kehandalan team pimpinan James Silva dalam menyelesaikan sebuah operasi. Digambarkan juga bagaimana James begitu militan dan fokus penyelesaian misi. Dari awal peran James atau Mark Walberg boleh dibilang begitu mendominasi dan kuat.
Cerita kemudian membawa James pada sebuah kota bernama Indocarr, sebuah wilayah di Southeast Asia. Indocarr digambarkan sebagai sebuah kota besar, rapat dengan bangunan rumah apartemen yang padat. Menurut saya lebih menunjuk daerah seperti Hongkong. Di sinilah satu anggota Pasukan Khusus lokal bernama Li Noor (Iko Uwais) berada dalam kegalauan (dan tekanan). Ternyata itu berkaitan tugas dan tanggung jawabnya sebagai agen spionase ganda yaitu sebagai pasukan khusus negaranya dan agen untuk kepentingan USA. Li Noor memegang informasi penting keamanan negara USA kaitannya dengan bahan radioaktif, Cesium.
Unsur cessium diketahui menjadi penyebab kanker, tiroid serta paru paru seperti halnya dampak negatif dari radiasi tragedi Chernobil sekitar 15 tahun setelah kejadian. Li Noor tahu persis keberadaan 4,5kg isotop radioaktif yang dikenal C-139 tersebut. Ia telah menyimpan informasi lokasi keberadaan C-139 dalam sebuah cakram. Ia meminta suaka dan akan memberikan kode pembuka cakram begitu sampai dibandara.
Li Noor dinilai sebagai sosok penting yang harus diselamatkan dan dibawa keluar dari negara sesuai permintaannya. Pentingnya sosok Li Noor terbukti dari upaya serangan mematikan yang diterima Li Noor saat menyerahkan diri dan kemudian di interogasi. Ini menunjukkan bahwa Li Noor adalah aset penting berharga, high value assets. Upaya pembunuhan terhadap Li Noor terjadi saat pemeriksaan kesehatan oleh petugas kedutaan USA yang justru telah disusupi agen lain yang bertugas membunuh Li Noor.
Dari sinilah baku hantam ala Iko yang dinanti terjadi. Li Noor dikeroyok dua orang. Perkelahian jarak pendek tidak terelakkan apalagi dalam kondisi satu tangan Li Noor terborgol di ranjang operasi. Serangan pertama kepada Li Noor mengarah ke leher dengan jarum suntik berhasil dihindari dan dibalas dengan tendangan melipat tangan musuh serta tendangan ke arah wajah kemudian. Oh iya disini sebelum aksi berantem, dialog berbahasa Indonesia itu muncul. Disitu dikatakan kepada Li Noor, “Kalau harga diri yang paling rendah itu adalah..., penghianat!”. Tapi di translate menjadi, “Any last word for your mother?”. Sedikit aneh tapi mungkin dalam pandangan Hollywood punya makna yang kurang lebih sama yaitu ancaman dan peringatan. Entahlah :p
Dari seluruh perkelahian di film ini paling tidak ada tiga scene yang melibatkan Iko Uwais secara langsung. Agak kecewa juga saya karena terlalu sedikit menit berantemnya. Tapi ya begitulah...., yang paling seru memang di scene ruang operasi tersebut. Konon katanya Iko Uwais membawa team koreo silat dari Indonesia untuk adegan perkelahian sekaligus dipercaya untuk mengarahkan koreo perkelahian. Di set perkelahian memang keluar khas Iko Uwaisnya yaitu menghindar dan menyerang balik secara efektif pada titik-titik vital mematikan. Adegan perkelahian di Mile 22 ini agak brutal tapi masih lebih garang di film The Raid deh sepertinya.
Cerita kemudian berganti dengan misi memindahkan Li Noor ke bandara untuk dibawa keluar negara. Dua puluh dua mile adalah jarak menuju bandara atau sekitar 35 KM. Team James Silva kembali bertugas mengamankan proses pemindahan. Team operator lapangan berjumlah tujuh orang ini digambarkan sebagai team yang patriotik fanatik, team hantu. Mereka menandatangani semacam pakta tidak akan dikenang sebagai agen pemerintah USA, apapun yang terjadi.
Sepanjang proses pemindahan 22 Mile itulah kita akan disuguhi lebih banyak adegan kejar-kejaran dengan mobil motor, tembak-tembakan dan bom-boman yang dipandu tekhnologi canggih berbasis satelit ala Hollywood. Disini juga kalau diperhatikan kita akan lebih banyak mendengar celetukan-celetukan berbahasa Indonesia. Dalam perjalanannya team James Silva kocar-kacir karena agen lawan juga dipandu dan diawasi kecanggihan tekhnologi Russia. Team hanya menyisakan James, Alice dan “sang paket” itu sendiri yang ikut membantu menyelamatkan diri sendiri dan team.
Hingga diakhir cerita James berhasil mencapai bandara dan membawa “sang paket” naik pesawat. Namun disini juga James Silva baru sadar bahwa ternyata Li Noor bukan hanya agen ganda tapi agen triple atau bekerja untuk kepentingan tiga negara yaitu negara asalnya, USA dan (kemungkinan) Russia.
Semua gara-gara Iko.
#GR Rabu, 22Agustus2018
Komentar
Posting Komentar