Cerita Fahmi

Pagi masih terlihat pelan berjalan. Matahari masih juga belum nampak, udara dingin juga masih membekap Jakarta. Banyak warga Jakarta masih terlelap, tapi tidak jika kita lihat disekitar Senayan. Minggu pagi buta itu Senayan sudah mulai terlihat ramai oleh kegiatan manusia yang mencintai olahraga.

Pemandangan ramainya aktifitas orang orang dengan olahraganya masing masing akan akrab terlihat seperti dihari Sabtu atau Minggu ini. Sekedar lari kecil, senam aerobik, bersepeda, bermain bola dan lain lain, atau hanya sekedar duduk duduk melepas kepenatan selepas beberapa putaran mengelilingi SUGBK yang berdiri megah.

Tapi dibalik kemegahan stadion yang dibangun era Soekarno itu, coba perhatikan tiap pagi Sabtu dan Minggu pagi, ada seorang anak yang terbaring lemah dipangkuan ibunya. Berselimutkan sarung dan kehangatan dekapan ibu tercintanya, berikhtiar untuk mendapatkan dana bagi sekedar kehidupan dan kesembuhanya.

Mari kita kenalan denganya. Namanya Fahmi Fitroni. Ia anak kedua dari 3 bersaudara. Fahmi saat ini berusia 13 tahun, ia lemah di pangkuan ibundanya karena menderita radang otak sejak usia 3 tahun. Radang itu membuat Fahmi tidak bisa beraktifitas layaknya anak anak seusianya. Tubuhnya pun terlihat tidak seperti anak biasa, ia terlihat kurus, gangguan motorik permanen, dan sepertinya juga gangguan mental.

Ibu Susi Susilawati, ibunda Fahmi menceritakan, ketika itu Fahmi tengah bermain, namum tiba tiba Fahmi terpeleset jatuh dengan kepala bagian belakang terbentur cukup keras yang menyisakan luka. Musibah bisa menimpa siapa saja. Dan musibah itu tidak hanya membuat robekan nyata pada kepala bagian belakangnya tapi juga merobek kehidupan Fahmi hingga kini, karena praktis ia tidak bisa beraktifitas apapun kecuali mungkin bernafas. Kini untuk buang air besar saja ia harus ke rumah sakit untuk berobat.

Fahmi harus terus berobat permanen mungkin sepanjang hidupnya. Sebulan untuk biaya berobat saja Fahmi menghabiskan tidak kurang 2,3 juta untuk periksa jantung, otak, tubuhnya yang sering kejang dan lain2 serta obat obatan. Terbayang 2,3 juta tiap bulan mungkin kita habiskan untuk gaya kehidupan, namun buat Fahmi 2,3 juta benar benar sekadar untuk menyambung hidup, jauuuh dari gaya.

Kehidupan Fahmi pun sangat terbatas, beruntung ia mempunyai seorang ibu yang tegar. Kini ibu yang juga seorang janda ini bersama 2 orang anaknya yang lain terus bersabar mendampingi dan merawat Fahmi.

Kasih sayang seorang Ibu terhadap anak memang sungguh luar biasa, kita bisa lihat nyata dari mereka. Pagi jam 4 dini hari mereka sudah berangkat dari rumah mereka di Serang Banten menuju Senayan antara pintu IX dan X SUGBK tepat didepan kantor PSSI. Mengharap sentuhan sedikit bantuan dari masyarakat Jakarta untuk meringankan kehidupanya. Ibu Susi sendiri praktis setiap saat harus mendampingi Fahmi, ia tak lagi bekerja. Kedua anaknya yang lain pun tak lagi bersekolah karena ketiadaan biaya. "Di Serang sekolah dasar belumlah gratis" ujar Ibu Susi menutup ceritanya.

Mencoba bersahabat dengan kasakitan adalah bukti nyata kesabaran setelah berupaya, itulah cerita ibu Susi tentang Fahmi. Semoga tetap tabah ya dan sabar berikhtiar.

"Jika kau tanya sampai kapan kesabaran harus terus ada terpelihara tanyakanlah pada kematianmu kapan ia akan datang menyapa. Teruslah jalani paket itu. Itulah paket kehidupan".

Notes of Wikend Traveller, 30 Oktober 2011

Komentar

  1. https://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg146540.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer