Prince Antasari is Our Surely Hero


Foto Pangeran Antasari (kanan) di Museum Sultan Suriansyah
"Pemberontakan adalah bahasa yang dipergunakan oleh Belanda. Dan ini kedengaran sumbang di telinga kita. Kita tidak pernah menganggap kompeni itu memerintah dengan sah di kerajaan ini. Karena itu, kita memakai bahasa kita sendiri. Perang ! Perang mengusir penjajah asing !”
 (Pangeran Antasari, 1809-1862)



Saya mempunyai sidejob yang kantornya beralamat di jalan Pangeran Antasari No. 22 Puri Sakti Cipete Jakarta Selatan. Bekerja sebagai salah satu crew siaran membuat saya sering kali menyebutkan nama radio, call sign radio, web dan media sosial sampai nomer  telephone dan alamat radio. Sehingga nama Pangeran Antasari begitu sering saya ucapkan. 

Meski sering saya menyebutkan nama itu, sangat sedikit pengetahuan saya tentang sosok itu. Sebelas duabelas juga dengan temen-temen siaran saya lainya. Pengetahuan saya ketika itu terbatas pada ia adalah seorang pahlawan nasional, wajahnya diabadikan dilembaran uang 2000 dan namanya dijadikan nama jalan antara Walikota Jakarta Selatan hingga tembus jalan TB. Simatupang yang kalau setiap sore saya lewati, padatnya minta ampun. Thats all. Menyedihkan.

Ternyata Pangeran Antasari menyimpan banyak cerita perjuangan mengusir penjajah yang luar biasa. Maka tidak heran pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasionl dan Kemerdekaan untuk beliau melalui surat : SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Tahun 2010 pemerintah di wakili BI mengabadikan nama dan wajah Pangeran Antasari dalam lembaran uang Rp. 2000.

Membaca kisah Pangeran Antasari seperti mendengar kisah dongeng seorang pangeran dari negeri kahyangan. Dimana seorang pangeran yang hidup diluar gemerlap istana  karena di usir oleh politik kotor penguasa yang kala itu pengaruh Belanda telah masuk di kerajaan. 

Ia memilih hidup berbaur ditengah masyarakat biasa, dan berguru kepada alim ulama. Bahkan melakoni hidup bersahaja dengan berdagang dan bertani. Dari situlah Sang Pangeran tahu betul kehidupan rakyat kecil. Selanjutnya  sosok Pangeran Antasari  dikenal juga sebagai pribadi yang jujur, ikhlas dan pemurah. Pandanganya jauh kedepan dan ketabahannya dalam menghadapi tantangan menyebabkan ia dikenal dan dicintai rakyat. Berbekal  keilmuwan agama yang mumpuni dan akhlak mulia kemudian masuk kembali ke lingkungan istana dan memimpin perlawanan melawan penjajah tanpa kenal menyerah. Itu terbukti dengan tidak menyerahnya Pangeran Antasari  terhadap tekanan atau tertipu dengan muslihat licik Belanda. Hingga akhir hayatnya Pangeran Antasari tidak tertangkap atau terbunuh ketika berperang. Keren kan?

Ternyata sosok  seperti itu nyata ada dan bangsa Indonesia pernah memilikinya. Pasti masyarakat Banjarmasin sangat bangga mempunyai pahlawan seperti Pangeran Antasari. Melalui Perang Banjar (1859-1905) tidak hanya merenggut banyak korban rakyat tapi juga keluarga Pangeran Antasari yaitu  isteri, ipar dan mertua . ”Allah Maha Tahu apa artinya mereka semua bagiku “, ujar Pangeran Antasari ketika itu (Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen Portugis dan Belanda , Abdul Qadir Djaelani) .

Pangeran Antasari sadar sepenuhnya akan resiko perang . “Perang adalah sungguh-sungguh kesengsaraan. Siapapun harus mengakui ini. Tetapi menyesalkah kita telah melakukannya? Tidak! Karena kita tahu untuk apa kita ini berjihad!” katanya bersemangat (Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen Portugis dan Belanda , Abdul Qadir Djaelani) .

Berikut ini adalah petikan ucapan Pangeran Antasari  pada awal Oktober 1862, bertempat di markas besar pertahanan Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin (Pangeran Antasari) di hulu Sungai Teweh ketika diselenggarakan rapat para panglima, yang dihadiri oleh Khalifah (Pangeran Antasari), Gusti Muhammad Seman, Gusti Muhammad Said (keduanya putera khalifah ), Tumenggung Surapati dan Kiai Demang Lehman. Sedangkan para panglima yang lain-lain tidak bisa hadir, karena jalur komunikasi  yang sulit dan letaknya berjauhan (Ummat Islam Melawan Penjajah Kristen Portugis dan Belanda , Abdul Qadir Djaelani) .

“Alhamdulillah…,” ucap Khalifah (Pangeran Antasari). “Aku mengucapkan syukur dan terima kasih, kamu semua masih tetap menaruh kepercayaan yang begitu besar demi kelangsungan perjuangan kepadaku. Karena itu aku sungguh-sungguh yakin dan percaya, sekalipun aku kelak sudah tidak ada lagi, kamu sekalian yang masih muda-muda ini, akan terus memimpin dan melanjutkan perjuangan membela rakyat dan menegakkan syari’at Islam. Kepadamu semua aku tidak dapat mewariskan apa-apa kecuali perjuangan ini. Kapan berakhirnya perjuangan ini aku sendiri tidak tahu. Hanya yang pasti, perjuangan manusia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan akan terus berlangsung sepanjang usia umat manusia.

Apa yang dilakukan Pangeran Antasari di Kalimantan itu juga dilakukan Tuanku Imam Bonjol di Padang, Pangeran Diponegoro di Jogjakarta, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Sisingamangaraja XII di Tapanuli  dan Acmad  Lussy/Pattimura di pulau Seram Maluku dalam rangka mengusir penjajah yang berfaham  Gold, Gospel, Glory dari Portugis maupun Belanda.

Luar biasa dan salam hormat untukmu para pejuang syahid. semoga Allah senantiasa menyayangi kalian dengan limpahan rahmat karena janji Allah pasti. "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki ”. (QS. Ali Imran, 3:169)

Komentar

Postingan Populer