Ketika Pendaki Tersenyum

”Ayo, dikit lagi sampai pos Jambangan”, kata pendaki yang saya temui di hutan Cemoro Kandang Semeru, Jawa Timur. Hujan yang menyertai perjalanan kami pun seolah berhenti sesaat demi mendengar kalimat singkat yang ditutup dengan senyuman hangat itu. "Siip bro, thanks", jawab saya singkat sambil membalasnya dengan segaris senyuman pula. 

Ditengah hutan jalur pendakian gunung, tak jarang kita akan berpapasaan dengan pendaki lain. Jalan yang hanya setapak seukuran badan dilewati bergantian. Kita berbagi jalan. Saya yang dalam posisi naik, mengalah minggir ke samping memberikan jalan baginya lewat untuk turun gunung. 

Tampang dan dandanannya kurang lebih sama dengan diri saya. Berpunggung carrier dengan atribut bandana dikepala, basah karena menahan cucuran peluh. Wajah mudanya pun terlihat sedikit tua karena belepotan debu dan keringat yang berkumpul "arisan" disitu. 

Badan pun mungkin sama dengan saya, belum dibasuh air keran alias belum mandi 3 hari. Ya begitulah kurang lebihnya tampilan umum pendaki ketika melakukan pendakian. Benar-benar "menyatu dengan alam". 

Namun diantara menahan berat beban carrier dan letih perjalanan, biasanya kita tidak akan pernah tidak mendapatkan segumpal senyum di bibir mereka. Senyuman seperti itu sering saya rasakaan di tiap perjalanan, saat naik atau turun gunung. Senyuman terasa lebih murah ketika berada himpitaan semak jalan setapak dan ketinggian gunung. 

Pertanyaanya adalah, mengapa mereka tersenyum ramah? Apakah mungkin karena alasan jaim agar terlihat lebih kuat maka mereka tersenyum. Bisa jadi juga mereka tersenyum memang betul-betul karena respek dengan sesama pendaki lain. Entah. 

Kita berfikiran positif saja. Lagian orang Indonesia dikenal sebagai orang yang ramah dan murah senyum bukan?. Saya jadi ingat seekor semut yang memanggul remah roti besar. Sang semut akan bersentuhan seolah bersalaman dengan semut lain ketika bertemu. 

Semut saling menyapa dengan berjabat tangan/bersentuhan. Setiap semut melakukan itu maka setiap pendaki melakukan hal yang serupa dengan senyuman. Kurang lebihnya seperti itu ketika bertemu dijalur pendakian. Senyum pendaki yang saya temui seolah sebagai ucapan salam yang tak terucap. Hal itu bagi saya seperti pengganti kalimat singkat namun akrab, " Hai kawan!" 

Ya selain keindahan gunung dan jalur pendakian yang dilewati atau suasana berbagi kehangatan dalam dinginya tenda, saya merasakan keindahaan lain dalam perjalanan pendakian yaitu senyuman pendaki. Saya tidak mengenal mereka, begitu pun mereka. Namun ketika bertemu kami tidak sombong satu sama lainya. Kami berbagi senyuman. Berbagi semangat. 

Dari senyum para pendaki saya juga menjadi sadar bahwa mencapai puncak gunung bukanlah suatu hal yang penting lagi. Namun kebersaman, perbuatan baik kepada makhluk ciptaan Tuhan lain ketika dalam perjalanaan itulah yang jauh lebih penting. 

Selamat mendaki dan berbagi senyum.

Komentar

Postingan Populer