Pak Sukrisno penjaga rumah Allah di Malioboro


Sambil membereskan titipan sepatu dan sandal jamaah, Pak Sukrisno atau biasa di panggil Pak Krisno tersenyum mempersilahkan saya mengambil sepatu di rak. Hampir saja saya memanggilnya Pak Karno karena kemiripan nama dan perawakan dengan Bapak Proklamator idola saya itu. 

Sampai di jalan Malioboro Jogjakarta ketika tengah hari membuat saya langsung ingin menuju masjid. Sholat dzuhur dulu, sekalian mengqosor Ashar. Maksudnya supaya nanti ketika jalan-jalan menelusuri lorong panjang paling terkenal di Jogja ini tenang, tidak dikejar-kejar kewajiban sholat.

Mudah saja menemukaan masjid Malioboro. Berada persis di jalan Malioboro, di samping kantor DPRD Jogjakarta, membuat masjid ini selalu ramai dikunjungi jamaah. Tujuaan utama jamaah datang ke masjid pastilah untuk sholat lima waktu, namun tidak sedikit juga menjadikan masjid sebagai tempat beristirahat atau menginap para backpacker.

Di situlah saya ngobrol sebentar dengan Pak Krisno. Berusia sekitar 60th selain sebagai penjaga masjid, Pak Krisno juga bertanggungjawab terhadap sepatu sendal yang dititipkanya. Tanganya cekatan merapikan sepatu-sendal pada rak kayu yang menempel dinding samping masjid. Senyumnya pun ramah menyapa jamaah yang ditemuinya. Ini dilakukan bergantian dengan Pak Ali-rekan penjaga masjid lainya.

Saat tiba waktu sholat, biasanya Pak Ali dan Pak Krisno bergantian menjadi imam sholat. Berbagi tugas. Bila Pak Krisno yang menjaga sepatu sandal, maka Pak Ali yang menjadi Imam. Begitu sebaliknya. Mereka berdua seperti pasangan kompak yang saling memahami.

Sejenak saya jadi ingat dengan alm Pak Ali, seorang penjaga masjid dilingkungan tempat tinggal saya di Bogor. Hingga akhir hayatnya Pak Ali mengabdikan dirinya untuk menjadi penjaga mesjid atau marbot.

Alm Pak Ali dekat dengan anak-anak dan remaja masjid. Di sela-sela membereskan ketertiban masjid seperti menyapu, ngepel, azan, Iqomah, jadi bilal sholat Jum'at membantu acara PHBI mesjid dll, Pak Ali juga mengajar membaca Al Qur'an. Semua anak-anak dan remaja masjid adalah murid beliau. Kesibukannya biasanya bertambah ketika bulan Ramadhan tiba.

Begitu juga halnya yang dilakukan Pak Nur, pengganti penjaga masjid selanjutnya setelah Pak Ali meninggal. Pak Nur selain membereskan ketertiban masjid sehari-hari, beliau juga mengajar mengaji Al Qur'an dan memberikan tausiah-tausiah. Keilmuan dan pemahaman tentang islam perlahaan diturunkan ke pemuda mesjid melalui cerita dan motivasi-motivasi yang diberikannya. Tak heran remaja masjid dilingkungan saya hormat dan dekat dengan Pak Nur. Pak Nur pun kini telah berpulang kehadiratNYA.

Alm Pak Ali dan Pak Nur, semoga Allah merahmati mereka berdua, adalah sosok penjaga mesjid top. Penjaga mesjid atau dikenal juga dengan marbot, jaman dulu sebetulnya bukan orang "sembarangan". Mereka istiqomah terhadap masjid, berilmu dan ahli agama. Peran penjaga masjid tidak main-main, karena merupakan amanah langsung yang ditunjuk oleh imam masjid. Jadi tidak sembarang orang yang ditunjuk untuk menjadi penjaga masjid.

Tidak hanya rajin mengurusi kebersihan masjid, seorang marbot adalah penjaga ketertiban masjid. Biasanya juga orang tersebut bersahaja, tawadhu dan taat beribadah. Pak Ali tinggal didekat masjid, semantara itu Pak Nur tinggal di masjid sehingga setiap event masjid tidak pernah ketinggalan apalagi kalau hanya sholat. Bisa dibayangkan, merekalah orang yang paling pertama datang ke masjid sekaligus juga orang terakhir yang "meninggalkan" mesjid.

Menatap dan berbincang dengan Pak Krisno penjaga masjid Malioboro DPRD Jogjakarta, serasa menghadirkan kembali Alm Pak Ali dan Pak Nur dikeriuhan Malioboro. Dari situ saya tahu sesungguhnya banyak suka dan sangat sedikit duka yang di alami para penjaga masjid.

Mereka lebih dekat dengan rumah Allah sehingga perintah sholat menjadi terjaga tepat waktu. "Tidak ada kenikmataan besar bagi seorang hambaNYA kecuali segera menjalankan perintah sholat " ujar Pak Krisno menutup ceritanya. 

Komentar

Postingan Populer