Bukan Hanya Kota Seribu Sungai
Dari semua kota tujuan wisata populer di Kalimantan,
Banjarmasin di Kalimantan Selatan bisa dikatakan bukan tujuan utama
dibandingkan dengan kota tetangganya seperti Singkawang di Kalimantan Barat,
Tanjung Puting yang pernah didatangi Juliana Roberts di Kalimantan Tengah atau
Pulau Derawan di Kalimantan Timur yang tengah naik daun. Namun untunglah
anggapan tersebut tidak semua sama dengan kenyataan.
Banjarmasin dan provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal dengan kota seribu sungai sesungguhnya menawarkan banyak hal menarik. Setidaknya saya tahu setelah mengunjungi beberapa tempat di Banjarmasin dan sekitarnya.
Kalimantan seringkali disebut juga Borneo menyimpan kisah yang lekat dengan kata "Borneo" di Banjarmasin. Kisah menyebutkan bahwa kata Borneo bagi Kalimantan bermula di Banjarmasin, ketika sebuah kapal berbendera asing berlabuh di Bandar Alalak Banjarmasin, Kerajaan Banjar. Kapal tersebut mengalami kerusakan berat hingga perbaikan pun tidak berhasil membuat kapal tersebut kembali berlayar. Kapal pun tenggelam dimakan waktu. Kapal itu bernama Borneo dan sang kapten bernama De Barito. Dari nama kapal itulah Kalimantan pada awalnya mendapatan sebutan Borneo. Sementara de Barito adalah nama sang kapten kapal yang dijadikan nama sungai besar yang membelah-belah pulau besar Kalimantan.
Pada jaman penjajahan Belanda, Banjarmasin sendiri membuktikan dirinya menjadi tempat yang menarik. Posisinya strategis antara Surabaya (pulau Jawa) dan Makassar (pulau Sulawesi) menjadikan Banjarmasin sebagai pelabuhan pertama di pulau Kalimantan. Maka tidak heran, satu penghargaan bagi Banjarmasin sebagai kota pelabuhan bersejarah bagi Indonesia disematkan menjadi nama kapal besar jenis Landing Platform Dock (LDP) yaitu KRI Banjarmasin 592.
Saat ini mengunjungi Banjarmasin dari Jakarta cukup 1 jam dan 20 menit saja lewat jalur penerbangan. Garuda, Lion, Sriwijaya dan Citilink membuka penerbangan langsung dari Jakarta. Bahkan juga dari kota Surabaya, Jogjakarta, Bandung, Semarang dan Solo setiap hari.
Tidak sampai satu jam berkendara dari Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, kita akan tiba di down town. Jalan-nya lurus dan nyaris tidak ada kemacetan berarti karena memang volume kendaraan belum banyak. Kecuali sedikit keruwetan di 5 km menjelang pusat kota. Saat ini tengah dibangun flyover pertama di situ.
Pasar Apung dan Martapura penghasil intan merupakan ikon Banjarmasin. Dari pusat kota kedua tempat itu cukup mudah ditempuh. Pasar Apung Muara Kuin sekitar 30 menit saja berkendara mobil, sementara Pasar Apung Lok Baintan 45 menit dengan menyisir sungai Martapura. Kedua tempat menawarkan pemandangan khas kegiataan jual dan beli diatas perahu. Mereka menyebutnya kelotok atau jukung. Sementara itu beraneka kebutuhan sehari hari dan hasil bumi dijual belikan oleh pedagang. Uniknya hampir semua pedagangnya perempuan, berkerudung khas Banjar dan berpakaiaan jarit (kain yang dililitkan ke badan sebagai bawahan).
Berjarak 30 kilometer dari kota Banjarmasin, Martapura menjadi pusat berburu kerajinan batu dan logam mulia yang wajib dikunjungi. Beragam batu dan logam handmade tersedia. Sejak jaman Bung Karno, Martapura telah terkenal sebagai penghasil intan.
Ketika itu ditemukaan intan terbesar yang ada setelah perang dunia II berbobot 166 karat. Tanggal 2 September Bung Karno memberikan nama Intan Trisakti untuk intan tersebut. Masih di Martapura tahun 2008 rekor tersebut tumbang dengan diketemukanya intan yang berbobot 200 karat. Intan sebesar bola mata itu diberi nama Putri Malu. Oleh pedagang kemudian dibeli dengan harga 3 Milyar. Namun setelah diolah dan digosok, pedagang tersebut berhasil menjualnya dengan harga 23 milyar. Fantastis.
Batu-batuan selain intan juga banyak menjadi incaran souvenir yang menarik bagi traveller. Kerajinan mengolah batu-batuan mampu mengidupkan kota Martapura. Pasar Batuah seluas pasar induk Jatinegara yang berada di tengah kota menjadi areal pusat perburuan tersebut. Seratusan toko kerajinaan perhiasan batu-batuan berjejer siap menanti Anda memilih kerajinan khas Kalimantan Selatan.
Agak menjauh sedikit keluar kota, sekitar 5 jam berkendara ke utara, Barabai menawarkan Halau Halau dan Loksado sebagai tempat penawar dahaga petualangan alam. Halau Halau merupakan puncak tertinggi dideretan pegunungan Meratus. Pendakian menuju puncak, biasanya memakan waktu 3 malam 4 hari lewat desa Kiyuh, desa terakhir. Hutan hujan tropis yang lebat khas Kalimantan menjadi sajian treking melintasi sungai dan air terjun. Kekayaan flora dan fauna menjadi daya tarik disini. Pohon Damar, Meranti, Kayu Manis, Pasak Bumi, Ulin hingga tanaman Anggrek Hitam tumbuh. Kalau beruntung burung surga, burung Enggang akan menyapa Anda dari ketinggian pohonnya.
Banjarmasin dan provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal dengan kota seribu sungai sesungguhnya menawarkan banyak hal menarik. Setidaknya saya tahu setelah mengunjungi beberapa tempat di Banjarmasin dan sekitarnya.
Kalimantan seringkali disebut juga Borneo menyimpan kisah yang lekat dengan kata "Borneo" di Banjarmasin. Kisah menyebutkan bahwa kata Borneo bagi Kalimantan bermula di Banjarmasin, ketika sebuah kapal berbendera asing berlabuh di Bandar Alalak Banjarmasin, Kerajaan Banjar. Kapal tersebut mengalami kerusakan berat hingga perbaikan pun tidak berhasil membuat kapal tersebut kembali berlayar. Kapal pun tenggelam dimakan waktu. Kapal itu bernama Borneo dan sang kapten bernama De Barito. Dari nama kapal itulah Kalimantan pada awalnya mendapatan sebutan Borneo. Sementara de Barito adalah nama sang kapten kapal yang dijadikan nama sungai besar yang membelah-belah pulau besar Kalimantan.
Pada jaman penjajahan Belanda, Banjarmasin sendiri membuktikan dirinya menjadi tempat yang menarik. Posisinya strategis antara Surabaya (pulau Jawa) dan Makassar (pulau Sulawesi) menjadikan Banjarmasin sebagai pelabuhan pertama di pulau Kalimantan. Maka tidak heran, satu penghargaan bagi Banjarmasin sebagai kota pelabuhan bersejarah bagi Indonesia disematkan menjadi nama kapal besar jenis Landing Platform Dock (LDP) yaitu KRI Banjarmasin 592.
Saat ini mengunjungi Banjarmasin dari Jakarta cukup 1 jam dan 20 menit saja lewat jalur penerbangan. Garuda, Lion, Sriwijaya dan Citilink membuka penerbangan langsung dari Jakarta. Bahkan juga dari kota Surabaya, Jogjakarta, Bandung, Semarang dan Solo setiap hari.
Tidak sampai satu jam berkendara dari Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, kita akan tiba di down town. Jalan-nya lurus dan nyaris tidak ada kemacetan berarti karena memang volume kendaraan belum banyak. Kecuali sedikit keruwetan di 5 km menjelang pusat kota. Saat ini tengah dibangun flyover pertama di situ.
Pasar Apung dan Martapura penghasil intan merupakan ikon Banjarmasin. Dari pusat kota kedua tempat itu cukup mudah ditempuh. Pasar Apung Muara Kuin sekitar 30 menit saja berkendara mobil, sementara Pasar Apung Lok Baintan 45 menit dengan menyisir sungai Martapura. Kedua tempat menawarkan pemandangan khas kegiataan jual dan beli diatas perahu. Mereka menyebutnya kelotok atau jukung. Sementara itu beraneka kebutuhan sehari hari dan hasil bumi dijual belikan oleh pedagang. Uniknya hampir semua pedagangnya perempuan, berkerudung khas Banjar dan berpakaiaan jarit (kain yang dililitkan ke badan sebagai bawahan).
Berjarak 30 kilometer dari kota Banjarmasin, Martapura menjadi pusat berburu kerajinan batu dan logam mulia yang wajib dikunjungi. Beragam batu dan logam handmade tersedia. Sejak jaman Bung Karno, Martapura telah terkenal sebagai penghasil intan.
Ketika itu ditemukaan intan terbesar yang ada setelah perang dunia II berbobot 166 karat. Tanggal 2 September Bung Karno memberikan nama Intan Trisakti untuk intan tersebut. Masih di Martapura tahun 2008 rekor tersebut tumbang dengan diketemukanya intan yang berbobot 200 karat. Intan sebesar bola mata itu diberi nama Putri Malu. Oleh pedagang kemudian dibeli dengan harga 3 Milyar. Namun setelah diolah dan digosok, pedagang tersebut berhasil menjualnya dengan harga 23 milyar. Fantastis.
Batu-batuan selain intan juga banyak menjadi incaran souvenir yang menarik bagi traveller. Kerajinan mengolah batu-batuan mampu mengidupkan kota Martapura. Pasar Batuah seluas pasar induk Jatinegara yang berada di tengah kota menjadi areal pusat perburuan tersebut. Seratusan toko kerajinaan perhiasan batu-batuan berjejer siap menanti Anda memilih kerajinan khas Kalimantan Selatan.
Agak menjauh sedikit keluar kota, sekitar 5 jam berkendara ke utara, Barabai menawarkan Halau Halau dan Loksado sebagai tempat penawar dahaga petualangan alam. Halau Halau merupakan puncak tertinggi dideretan pegunungan Meratus. Pendakian menuju puncak, biasanya memakan waktu 3 malam 4 hari lewat desa Kiyuh, desa terakhir. Hutan hujan tropis yang lebat khas Kalimantan menjadi sajian treking melintasi sungai dan air terjun. Kekayaan flora dan fauna menjadi daya tarik disini. Pohon Damar, Meranti, Kayu Manis, Pasak Bumi, Ulin hingga tanaman Anggrek Hitam tumbuh. Kalau beruntung burung surga, burung Enggang akan menyapa Anda dari ketinggian pohonnya.
Setelah turun gunung kita bisa menuju Loksado. Sebuah desa yang menghadirkan petualangan air berupa bambo rafting. Menyusuri sungai berarus sekitar 2-3 jam dengan rakit bambu mampu memberikan sensansi menarik. Air jernih bersama kerimbunan pepohonan dikiri kanan sungai sungguh memanjakan mata. Meski tanpa pelampung dan helm pengaman, treknya dinilai masih aman, maka biarkan saja air jernihnya membuncah diwajah dan badan Anda, karena inilah Kalimantan.
Komentar
Posting Komentar